Oleh: Bambang Marhiyanto
Al-Quddus adalah salah satu dari 99 asmaul husna. Al-Qudus artinya Maha Suci atau Maha Bersih dari segala kekurangan. Dia menamakan diriNya dengan al-Quddus karena Dia bersih dari segala sifat ‘kesempurnaan’ yang duga oleh banyak makhluk. Kesucian Allah tidak menerima perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji.
Dialah Allah Yang tiada Ilah selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. QS. al-Hasyr 23.
Allah adalah Dzat Yang Maha Suci. Ini dapatlah dipahami bahwa Dia memiliki Kesucian yang mutlak. Suci karuniaNya. Suci pemeliharaanNya. Suci keagunganNya, suci keputusanNya, suci takdirNya, suci segala yang menjadi sifatNya. KesucianNya tidak dinodai oleh apa pun. Oleh karena itu, sebagai hambaNya yang beriman, kita hendaknya bertasbih kepadaNya.
Dan tasbihkanlah Dia (Allah) pada tiap-tiap pagi dan petang. QS. al-Ahzab 43.
Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maka Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS. al-Jumah 1.
Tasbih adalah mengakui kesucian Allah dari segala yang tidak layak bagiNya dan mengakui kesucian Allah dari segala kekurangan.
Ketika meniupkan roh ke dalam diri manusia (yang masih berupa bakal janin) ditaburkan pula sebagian kecil asma Allah –al-Quddus–. Sehingga keadaan manusia di saat itu suci dan bersih. Taburan sifat quddus tersebut melekat di dalam ruh dan di hati nurani.
Ketika kita dihadapkan pada sesuatu yang menjijikkan dan jorok, apa yang terlintas di hati kita? Ada dua tempat. Satunya kotor dan lainnya bersih. Manakah yang kita pilih? Secara nurani, kita akan condong pada sesuatu yang bersih dan membenci sesuatu yang kotor. Ini merupakan bukti bahwa di dalam diri kita ada potensi untuk menyintai kebersihan dan kesucian. Hanya saja karena pengaruh lingkungan ketika kita dibesarkan atau pengaruh pergaulan sehingga sifat fitrah qudus itu diabaikan. Manakala kita dihadapan sesuatu yang sesungguhnya “kotor” namun karena ada dorongan nafsu dan keinginan sehingga menyukainya, maka tolakan nurani tidak kita pedulikan.
Pada umumnya, setiap orang menyukai sesuatu yang bersih dan suci. Sebaliknya mereka membenci dan menghindari yang kotor.
Pengamalan sifat quddus ini dapat dimulai dari diri sendiri. Pertama sekali hendaknya kita biasakan memasang niat yang suci, bersih dan terpuji. Jadilah manusia yang berjiwa besar dan selalu berpikir positif. Jika kita membiasakan yang demikian ini, dalam waktu dekat akan dapat merasakan perubahan yang lebih baik dalam diri kita. Bahkan kita akan menjadi terkejut terhadap perubahan dan sukses yang luar biasa.
Segala amal perbuatan itu bergantung niat. Niat berada di dalam hati. Ketika kita memiliki niat buruk, pasti hati nurani kita akan memperingatkan dengan memunculkan pikiran berbagai dampak dan resiko apabila hal itu dilaksanakan. Misalnya, kita merencanakan niat buruk untuk membunuh seseorang. Pasti kita akan merasakan bisikan nurani yang mencegah perbuatan itu. Bisikan itu bisa jadi sebuah pertimbangan dari resiko dan konsekwensi perbuatan itu. Jika kita mau mendengarkan bisikan hati nurani maka niat yang buruk (tidak suci) itu tidak jadi dilakukan. Tetapi jika yang kita dengar adalah hawa nafsu dan bisikan setan, maka bisikan hati kita abaikan.
Hal ini menunjukkan bahwa pancaran al-quddus telah melekat dalam sifat fitrah manusia. Secara nurani kita menyukai kesucian, baik wujud nyata maupun wujud absrak. Wujud abstrak termasuk niat tadi. Oleh karena itu sebuah keputusan akan mendapatkan dampak positif apabila diawali oleh niat yang baik dan mendengarkan bisikan nurani.
Seorang pimpinan sebuah perusahaan atau kepala bagian personalia hendak berniat memecat salah satu karyawannya. Sebenarnya alasan untuk mem-PHK karyawan itu tidak terlalu krusial namun lebih dipengaruhi oleh emosi. Ketika hendak mengambil keputusan, hati nuraninya mulai berbicara. Banyak pertimbangan yang muncul. “Dia, pegawaiku itu sudah berpuluh tahun bekerja di tempat ini. Hidupnya menggantungkan gaji. Ia memiliki anak yang sedang sekolah dan butuh banyak biaya. Jika ia tidak bekerja bagaimana nasib mereka. Korban PHK bukan hanya untuk pegawai saja saja, tetapi berdampak pada anak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Kesalahannya toh tidak terlalu parah. Masih bisa diperbaiki. Selama ini ia jujur dan ulet.”
Itulah bentuk bisikan nurani yang suci. Jika pimpinan tersebut mempertimbangan atas dasar niat baik dan bisikan hati yang dalam. Tentu niat buruknya akan diabaikan. Karyawannya tidak jadi dipecat.
Oleh sebab itu, niat menentukan sebuah amal perbuatan. Orang bijak dan berhasil dalam hidup senantiasa memiliki niat yang baik terhadap pekerjaannya, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap Robbnya. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu bergantung pada pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang diniatkannya.” HR. Bukhari.
Amalan yang pertama sekali untuk mewujudkan al-quddus dalam diri sendiri adalah membiasakan memasang niat suci. Karena Allah menyukai kesucian.
Setelah terbiasa memasang niat suci (bersih dan terpuji), selanjutnya dikembangkan untuk menjaga hati. Untuk hal ini, hendaknya kita yakini adanya sifat al-Quddus dan kita agungkan, bahwa sifat Allah adalah Maha Suci. Pahamilah makna al-Quddus, selanjutnya dihayati dan kemudian bangkitkan keinginan agar hati kita mendapatkan pancaran itu. Sesungguhnya orang yang mampu memelihara kebersihan hati, tingkah lakunya menjadi terpuji.
Agar dapat memelihara kebersihan hati, kita harus membiasakan berpikir positif. Mulai hari ini ubalah kebiasaan berpikir negatif, karena identik dengan sesuatu yang ‘kotor’, karena kita ingin pancaran al-quddus menyirami jiwa kita.
Biasakanlah untuk berpikir positif dan berprasangka baik. Kebiasaan terpuji itu membuat mental dan jiwa kita sehat. Keadaan tersebut mempengaruhi pula keadaan jasmani. Fisik kita pun menjadi tidak mudah terkena penyakit.
Dalam hidup ini, sesuatu yang baik tetapi kita pandang buruk, akhirnya berdampak buruk pula bagi pribadi kita. Seseorang yang sukses selalu berprasangka baik dan berpikir positif. Karena sikap dan kebiasaan tersebut ia selalu meraih keberhasilan. Cara mereka berpikir dan berprasangka baik itu mendorong jiwa dan semangatnya untuk mencapai cita-cita.
Berprasangka baik dan berpikir positif merupakan pengamalan dari al-quddus. Yakni berjiwa bersih, berpikir bersih dari prasangka buruk, dan berniat baik.
Terbiasa berprasangka baik akan menjadikan jiwa tenang. Hati menjadi lembut kepada setiap orang. Sejak saat ini cobalah untuk mengawal hati dan senantiasa memandang semua teman-teman dan orang disekitar kita dengan prasangka baik. Dalam waktu yang tidak lama hati kita merasa damai dan tenang menjalani hidup.
Di samping berprasangka baik kepada sesama, yang juga lebih penting adalah berprasangka baik kepada Allah. Tanamkanlah sebuah keyakinan bahwa selamanya Allah senantiasa berkehendak baik kepada hambaNya. Keadaan buruk semisal musibah, bencana, sakit, kemiskinan hanyalah cara pandang dan cara berpikir manusia. Sesungguhnya di balik sesuatu yang terkesan ‘tidak menyenangkan’ itu mengandung sebuah kebaikan.
Suatu misal, kita sedang mendapatkan cobaan berupa sakit. Jika mental kita dipengaruhi oleh hawa nafsu, tentu tidak akan dapat merasakan pancaran al-quddus. Artinya, kondisi sakit itu kita hadapi dan kita rasakan sebagai malapetaka yang menyiksa. Kita merasa bahwa Allah memberikan cobaan yang sangat berat. Atau mungkin justru menggerutu. Keadaan yang demikian ini membuat hati kita tidak sabar. Ketidaksabaran menjadikan jiwa kita menghambat kesembuhan penyakit tersebut.
Namun jika kita terbiasa berpikir positif dan berprsangkan baik kepada Allah, mungkin di sela-sela menghadapi penderitaan kita berkata, “Alhamdulillah, Allah masih sayang kepadaku. Penyakit ini merupakan hikmah. Jika tidak sakit, tentu diriku tidak bisa menikmati sehat. Barangkali penyakit ini membuatku semakin bersyukur kepada Allah ketika telah sehat dan merasakan bahwa sehat itu mahal harganya.”
Begitu pula seandainya keadaan hidup kita masih belum beruntung, cobalah untuk merenung dan bersabar. Katakan pada diri sendiri, “Saat ini aku masih belum mendapatkan kejayaan. Semua itu Allah Yang mengatur karena Dia tahu. Siapa tahu jika aku diberi kejayaan dan harta melimpah kemudian menjadi lupa diri.”
Segala sesuatu jika dipikir secara positif dan selalu berprasangka baik kepada Allah, maka hidup kita menjadi nyaman dan indah.
Pengamalan al-Quddus lainnya secara sederhana dalam kehidupan sehari-hari ialah menjaga kebersihan lingkungan. Biasakanlah untuk hidup bersih, misalnya membersihkan rumah dan kantor di pagi hari. Pekerjaan ini bisa dalam bentuk menyapu lantai, merapikan perabot dan mengelap debu dengan dilakukan secaar teratur. Suasana rumah dan tempat kerja yang bersih mempengaruhi cara berpikir dan aktivitas untuk lebih produktif.
Kebersihan diri juga termasuk pengamalan sifat al-Quddus ini. Biasakanlah untuk menjaga kebersihan badan dengan mandi dan menjaga dari najis. Misalnya mandi minimal dua hari sekali dan menggosok gigi. Mengenakan pakaian yang bersih dan rapi. Penampilan ini mempengaruhi keberhasilan kita dalam berusaha. Orang yang memandang merasa senang terhadap kita.
Sesungguhnya pengamalan “kesucian/kebersihan” tersebut dapat kita kembangkan dalam berbagai hal. Inilah yang dimaksud dengan perwujudan dzikir dengan al-Quddus. NEXT
Al-Quddus adalah salah satu dari 99 asmaul husna. Al-Qudus artinya Maha Suci atau Maha Bersih dari segala kekurangan. Dia menamakan diriNya dengan al-Quddus karena Dia bersih dari segala sifat ‘kesempurnaan’ yang duga oleh banyak makhluk. Kesucian Allah tidak menerima perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji.
Dialah Allah Yang tiada Ilah selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. QS. al-Hasyr 23.
Allah adalah Dzat Yang Maha Suci. Ini dapatlah dipahami bahwa Dia memiliki Kesucian yang mutlak. Suci karuniaNya. Suci pemeliharaanNya. Suci keagunganNya, suci keputusanNya, suci takdirNya, suci segala yang menjadi sifatNya. KesucianNya tidak dinodai oleh apa pun. Oleh karena itu, sebagai hambaNya yang beriman, kita hendaknya bertasbih kepadaNya.
Dan tasbihkanlah Dia (Allah) pada tiap-tiap pagi dan petang. QS. al-Ahzab 43.
Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maka Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS. al-Jumah 1.
Tasbih adalah mengakui kesucian Allah dari segala yang tidak layak bagiNya dan mengakui kesucian Allah dari segala kekurangan.
Ketika meniupkan roh ke dalam diri manusia (yang masih berupa bakal janin) ditaburkan pula sebagian kecil asma Allah –al-Quddus–. Sehingga keadaan manusia di saat itu suci dan bersih. Taburan sifat quddus tersebut melekat di dalam ruh dan di hati nurani.
Ketika kita dihadapkan pada sesuatu yang menjijikkan dan jorok, apa yang terlintas di hati kita? Ada dua tempat. Satunya kotor dan lainnya bersih. Manakah yang kita pilih? Secara nurani, kita akan condong pada sesuatu yang bersih dan membenci sesuatu yang kotor. Ini merupakan bukti bahwa di dalam diri kita ada potensi untuk menyintai kebersihan dan kesucian. Hanya saja karena pengaruh lingkungan ketika kita dibesarkan atau pengaruh pergaulan sehingga sifat fitrah qudus itu diabaikan. Manakala kita dihadapan sesuatu yang sesungguhnya “kotor” namun karena ada dorongan nafsu dan keinginan sehingga menyukainya, maka tolakan nurani tidak kita pedulikan.
Pada umumnya, setiap orang menyukai sesuatu yang bersih dan suci. Sebaliknya mereka membenci dan menghindari yang kotor.
Pengamalan sifat quddus ini dapat dimulai dari diri sendiri. Pertama sekali hendaknya kita biasakan memasang niat yang suci, bersih dan terpuji. Jadilah manusia yang berjiwa besar dan selalu berpikir positif. Jika kita membiasakan yang demikian ini, dalam waktu dekat akan dapat merasakan perubahan yang lebih baik dalam diri kita. Bahkan kita akan menjadi terkejut terhadap perubahan dan sukses yang luar biasa.
Segala amal perbuatan itu bergantung niat. Niat berada di dalam hati. Ketika kita memiliki niat buruk, pasti hati nurani kita akan memperingatkan dengan memunculkan pikiran berbagai dampak dan resiko apabila hal itu dilaksanakan. Misalnya, kita merencanakan niat buruk untuk membunuh seseorang. Pasti kita akan merasakan bisikan nurani yang mencegah perbuatan itu. Bisikan itu bisa jadi sebuah pertimbangan dari resiko dan konsekwensi perbuatan itu. Jika kita mau mendengarkan bisikan hati nurani maka niat yang buruk (tidak suci) itu tidak jadi dilakukan. Tetapi jika yang kita dengar adalah hawa nafsu dan bisikan setan, maka bisikan hati kita abaikan.
Hal ini menunjukkan bahwa pancaran al-quddus telah melekat dalam sifat fitrah manusia. Secara nurani kita menyukai kesucian, baik wujud nyata maupun wujud absrak. Wujud abstrak termasuk niat tadi. Oleh karena itu sebuah keputusan akan mendapatkan dampak positif apabila diawali oleh niat yang baik dan mendengarkan bisikan nurani.
Seorang pimpinan sebuah perusahaan atau kepala bagian personalia hendak berniat memecat salah satu karyawannya. Sebenarnya alasan untuk mem-PHK karyawan itu tidak terlalu krusial namun lebih dipengaruhi oleh emosi. Ketika hendak mengambil keputusan, hati nuraninya mulai berbicara. Banyak pertimbangan yang muncul. “Dia, pegawaiku itu sudah berpuluh tahun bekerja di tempat ini. Hidupnya menggantungkan gaji. Ia memiliki anak yang sedang sekolah dan butuh banyak biaya. Jika ia tidak bekerja bagaimana nasib mereka. Korban PHK bukan hanya untuk pegawai saja saja, tetapi berdampak pada anak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Kesalahannya toh tidak terlalu parah. Masih bisa diperbaiki. Selama ini ia jujur dan ulet.”
Itulah bentuk bisikan nurani yang suci. Jika pimpinan tersebut mempertimbangan atas dasar niat baik dan bisikan hati yang dalam. Tentu niat buruknya akan diabaikan. Karyawannya tidak jadi dipecat.
Oleh sebab itu, niat menentukan sebuah amal perbuatan. Orang bijak dan berhasil dalam hidup senantiasa memiliki niat yang baik terhadap pekerjaannya, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap Robbnya. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu bergantung pada pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang diniatkannya.” HR. Bukhari.
Amalan yang pertama sekali untuk mewujudkan al-quddus dalam diri sendiri adalah membiasakan memasang niat suci. Karena Allah menyukai kesucian.
Setelah terbiasa memasang niat suci (bersih dan terpuji), selanjutnya dikembangkan untuk menjaga hati. Untuk hal ini, hendaknya kita yakini adanya sifat al-Quddus dan kita agungkan, bahwa sifat Allah adalah Maha Suci. Pahamilah makna al-Quddus, selanjutnya dihayati dan kemudian bangkitkan keinginan agar hati kita mendapatkan pancaran itu. Sesungguhnya orang yang mampu memelihara kebersihan hati, tingkah lakunya menjadi terpuji.
Agar dapat memelihara kebersihan hati, kita harus membiasakan berpikir positif. Mulai hari ini ubalah kebiasaan berpikir negatif, karena identik dengan sesuatu yang ‘kotor’, karena kita ingin pancaran al-quddus menyirami jiwa kita.
Biasakanlah untuk berpikir positif dan berprasangka baik. Kebiasaan terpuji itu membuat mental dan jiwa kita sehat. Keadaan tersebut mempengaruhi pula keadaan jasmani. Fisik kita pun menjadi tidak mudah terkena penyakit.
Dalam hidup ini, sesuatu yang baik tetapi kita pandang buruk, akhirnya berdampak buruk pula bagi pribadi kita. Seseorang yang sukses selalu berprasangka baik dan berpikir positif. Karena sikap dan kebiasaan tersebut ia selalu meraih keberhasilan. Cara mereka berpikir dan berprasangka baik itu mendorong jiwa dan semangatnya untuk mencapai cita-cita.
Berprasangka baik dan berpikir positif merupakan pengamalan dari al-quddus. Yakni berjiwa bersih, berpikir bersih dari prasangka buruk, dan berniat baik.
Terbiasa berprasangka baik akan menjadikan jiwa tenang. Hati menjadi lembut kepada setiap orang. Sejak saat ini cobalah untuk mengawal hati dan senantiasa memandang semua teman-teman dan orang disekitar kita dengan prasangka baik. Dalam waktu yang tidak lama hati kita merasa damai dan tenang menjalani hidup.
Di samping berprasangka baik kepada sesama, yang juga lebih penting adalah berprasangka baik kepada Allah. Tanamkanlah sebuah keyakinan bahwa selamanya Allah senantiasa berkehendak baik kepada hambaNya. Keadaan buruk semisal musibah, bencana, sakit, kemiskinan hanyalah cara pandang dan cara berpikir manusia. Sesungguhnya di balik sesuatu yang terkesan ‘tidak menyenangkan’ itu mengandung sebuah kebaikan.
Suatu misal, kita sedang mendapatkan cobaan berupa sakit. Jika mental kita dipengaruhi oleh hawa nafsu, tentu tidak akan dapat merasakan pancaran al-quddus. Artinya, kondisi sakit itu kita hadapi dan kita rasakan sebagai malapetaka yang menyiksa. Kita merasa bahwa Allah memberikan cobaan yang sangat berat. Atau mungkin justru menggerutu. Keadaan yang demikian ini membuat hati kita tidak sabar. Ketidaksabaran menjadikan jiwa kita menghambat kesembuhan penyakit tersebut.
Namun jika kita terbiasa berpikir positif dan berprsangkan baik kepada Allah, mungkin di sela-sela menghadapi penderitaan kita berkata, “Alhamdulillah, Allah masih sayang kepadaku. Penyakit ini merupakan hikmah. Jika tidak sakit, tentu diriku tidak bisa menikmati sehat. Barangkali penyakit ini membuatku semakin bersyukur kepada Allah ketika telah sehat dan merasakan bahwa sehat itu mahal harganya.”
Begitu pula seandainya keadaan hidup kita masih belum beruntung, cobalah untuk merenung dan bersabar. Katakan pada diri sendiri, “Saat ini aku masih belum mendapatkan kejayaan. Semua itu Allah Yang mengatur karena Dia tahu. Siapa tahu jika aku diberi kejayaan dan harta melimpah kemudian menjadi lupa diri.”
Segala sesuatu jika dipikir secara positif dan selalu berprasangka baik kepada Allah, maka hidup kita menjadi nyaman dan indah.
Pengamalan al-Quddus lainnya secara sederhana dalam kehidupan sehari-hari ialah menjaga kebersihan lingkungan. Biasakanlah untuk hidup bersih, misalnya membersihkan rumah dan kantor di pagi hari. Pekerjaan ini bisa dalam bentuk menyapu lantai, merapikan perabot dan mengelap debu dengan dilakukan secaar teratur. Suasana rumah dan tempat kerja yang bersih mempengaruhi cara berpikir dan aktivitas untuk lebih produktif.
Kebersihan diri juga termasuk pengamalan sifat al-Quddus ini. Biasakanlah untuk menjaga kebersihan badan dengan mandi dan menjaga dari najis. Misalnya mandi minimal dua hari sekali dan menggosok gigi. Mengenakan pakaian yang bersih dan rapi. Penampilan ini mempengaruhi keberhasilan kita dalam berusaha. Orang yang memandang merasa senang terhadap kita.
Sesungguhnya pengamalan “kesucian/kebersihan” tersebut dapat kita kembangkan dalam berbagai hal. Inilah yang dimaksud dengan perwujudan dzikir dengan al-Quddus. NEXT