5.15.2010

Mengimani Asma'ul Husna

Oleh: Bambang Marhiyanto
Asma'ul Husna Sebagai Pembentukan Karakter

Iman artinya percaya atau yakin. Terhadap asmaul husna kita wajib meyakini. Sikap tersebut merupakan pilar keimanan kepada Allah swt. Kalbu kita tidak bisa mantab dalam menyembah Allah swt. tanpa mengetahui dan meyakini asmaul husna (nama-namaNya yang terbaik). Tetapi jika kita mengetahui, memahami dan menghayati nama-namaNya sejalan dengan sifat-sifatNya, terbukalah mata hati saat kita menyembah kepadaNya.

Seseorang belum dikatakan mewujudkan ketauhidan secara sempurna jika ia tidak mengetahui dan memahami asmaul husna. Sesungguhnya meyakini asmaul husna termasuk bagian dari tauhid. Dalam memahami nama-nama dan sifat-sifatNya hendaklah secara totalitas. Tidak boleh ditafsirkan menurut cara pandang pribadi. Tidak boleh mengubah lafal, mengingkari seluruh atau sebagian sifat DzatNya, tidak boleh menanyakan bagaimana wujud fisik Allah swt dan jangan menyerupakan Allah dengan makhlukNya.

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. QS. asy-Syura 11

Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut namaNya itu. QS. al-A’raf 180

Keyakinan adanya Allah tidak perlu dipertanyakan. Namun keyakinan terhadap pemahaman asmaul husna ini perlu ditajamkan. Karena banyak orang yang beriman kepada Allah tetapi tidak mengetahui seluk-beluk asmaul husna. Banyak orang yang hafal asmaul husna tetapi tidak tepat dalam mengaplikasikan. Sehingga seringkali kita –secara tidak sadar– menganalogkan antara sifat Allah dengan sifat makhluk. Misalnya Allah mempunyai sifat Maha Pengampun, lalu disamakan dengan orang yang mengampuni temannya. Sesungguhnya anolgi yang demikian itu kurang tepat. Yang benar adalah Allah Maha Pengampun, sedangkan manusia jika memiliki sifat pemaaf berarti menerapkan ajaran Allah yang dipancarkan melalui sifat-sifatNya. Manusia pemaaf dengan Allah Maha Pengampun tidaklah sama. Karakter pemaaf memang realisasinya sejalan tetapi kedudukan Allah dengan makhluk haruslah dibedakan.

Menerapkan asmaul husna dalam sikap dan perbuatan merupakan sebuah bentuk usaha kita untuk menjadi manusia mulia dan terpuji. Meskipun mustahil kita dapat menerapkan asmaul husnah secara sempurna. Asmaul husna yang sempurna hanyalah milik Allah. Kita sebagai makhluk diperintahkan untuk mengaplikasikan sebagian kecilnya saja.

Dalam ayat di atas diperintahkan, “Bermohonlah kepada Allah dengan menyebut namaNya (asmaul husna).” Kalimat ini haruslah dipahami secara mendalam. Sebagian ulama menafsiri bahwa yang dimaksud “menyebut” tidak hanya terbatas pada dzikir secara lisan. Karena dzikir secara lisan tidak mampu mengubah sikap dan perilaku jika apa yang diucapkan itu tidak dihayati dengan sungguh-sungguh. Idealnya, asmaul husna dihafal, disebut, dipahami dan diamalkan sebagai pembentukan karakter.

Asmaul husna adalah nama Allah yang terbaik. Bisa dikatakan pula sebagai asma Allah yang terindah. Ia merupakan puncak keindahan karena di dalamnya terdapat makna terpuji dan termulia. Nama-nama yang terindah itu mengandung pengertian kehidupan yang sempurna, yang tidak didahului dengan ketiadaan, dan tidak diikuti dengan kesirnaan. Tidak berawal dan tidak berakhir.

Al-Alim artinya Maha Mengetahui. Nama tersebut hanya disandang Allah swt. Artinya Allah mempunyai pengetahuan yang sangat sempurna. Berbeda dengan pengetahuan yang dimiliki manusia, diawali dengan kebodohan dan dikekang oleh keterbatasan.

Musa menjawab, “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabbku, di dalam sebuah kitab, Rabb kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.” QS. Thaha 52.

Agar tidak tersesat dalam mengamalkan secara benar maka hendaknya asmaul husna dipahami sebagai sifat milik Allah yang sempurna. Sempurna bagi Allah. Allah Maha Mengetahui, berarti ilmu Allah Maha Luas, meliputi segala sesuatu, baik secara umum maupun terperinci. Baik berkenaan dengan perbuatan Allah sendiri maupun perbuatan makhlukNya.

Bandingkan dengan al-ilmu yang dimiliki manusia. Ilmu pengetahuan manusia masih terbatas dan tidak bisa dikatakan memenuhi kesempurnaan. Allah memiliki ilmu dan mengetahui segala sesuatu, yang nyata dan yang gaib. Sedangkan manusia memiliki keterbatasan ilmu, tidak mampu mengetahui yang gaib.

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahui (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam keadaan kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata. QS. al-An’am 59.

Nyatalah bahwa tiada sesuatu di jagat raya ini terlepas dari ilmu Allah swt. Yang Maha Luas dan tak terbatas. Hal demikian ini sebagai bukti kesempurnaan nama-nama terindah dari sifat Allah swt. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar