11.12.2008

11.02.2008

Ketentuan dan Hikmah Qurban

Salah satu ibadah yang harus dilaksanakan oleh kaum muslimin yang memiliki kemampuan dari segi harta pada hari raya Idul Adha adalah menyembelih hewan qurban, baik berupa kambing, sapi, kerbau maupun unta. Qurban berasal dari kata qoruba yang artinya dekat. Dengan demikian, ibadah qurban merupakan salah satu bentuk dari pendidikan dan realisasi taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).

Keharusan seorang muslim untuk berqurban dengan menyembelih hewan qurban merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah (QS Al Kautsar:1-2).
Sementara, dalam suatu hadits, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tapi tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa ibadah qurban merupakan sesuatu yang harus kita kerjakan, bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa bagi yang memang mempunyai kemampuan hukumnya menjadi wajib. Meskipun demikian, jumhur atau sebagian besar ulama menyatakan sunnah muaqqadah (sunat yang amat ditekankan).

KETENTUAN IBADAH QURBAN

Qurban merupakan salah satu bentuk peribadatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Diantara ketentuan-ketentuan itu antara lain: Pertama, binatang yang disembelih adalah binatang yang sehat dan tidak cacat sedikitpun, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak bisa dilaksanakan qurban binatang yang pincang , yang nampak sekali pincangnya, yang buta sebelah matanya dan nampak sekali butanya, yang sakit dan nampak sekali sakitnya dan binatang yang kurus yang tidak berdaging (HR. Tirmidzi).
Kedua, usia binatang yang disembelih adalah yang sudah berusia satu tahun, kecuali bila sulit mendapatkannya, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali hewan yang telah berumur satu tahun, kecuali bila sulit mendapatkannya, barulah boleh menyembelih kambing kira-kira berumur setahun (HR. Muslim).
Ketiga, waktu penyembelihan dilakukan sesudah shalat Idul Adha sampai hari tasyrik yakni tiga hari sesudah Idul Adha, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Sesungguhnya pekerjaan pertama yang harus kita awali pada hari kita ini adalah shalat, kemudian kita pulang lalu menyembelih qurban. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka ia telah melaksanakan contoh kami dengan tepat dan barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum shalat, maka ia hanya memberikan daging biasa kepada keluarga; sedikitpun tidak bersangkut paut dengan ibadah penyembelihan qurban (HR. Muslim).
Keempat, apabila yang disembelih kambing, maka hal itu untuk satu orang yang berqurban, sedang sapi, kerbau atau unta untuk tujuh orang, hal ini dikemukakan dalam hadits yang artinya: Di Hudaibiyah, kami bersama-sama Rasulullah menyembelih sapi untuk tujuh orang (HR. Tirmidzi dari Malik bin Anas).
Kelima, penyembelihan hewan qurban sebaiknya dilakukan sendiri oleh orang yang berqurban, hal ini memang dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang menyembelih sendiri atas hewan yang diqurbankannya, hal ini dijelaskan dalam satu hadits yang artinya: Rasulullah Saw menyembelih qurban dengan tangannya sendiri, yaitu dua ekor biri-biri putih, bertanduk bagus, masing-masing kepadalanya diinjak beliau dengan kakinya sambil membaca bismillah dan takbir (HR. Muslim dari Anas r.a).
Keenam, apabila penyembelihan dilakukan oleh orang lain atau tukang potong dan perlu diberi upah, maka upah itu tidak boleh diambil dari hewan qurban tersebut, misalnya upah tukang potong adalah kepala kambing atau kulit kambing dan sebagainya, bahwa tukang potong itu memang termasuk daftar orang yang berhak mendapatkannya, itu lain soal. Dalam suatu hadits dinyatakan yang artinya: Saya dititah oleh Rasulullah Saw buat penyembelihan unta-untanya, mambagi-bagikan kulit dan dagingnya dan saya dititahkan agar tidak memberikan sesuatupun daripadanya kepada tukang potong (HR, Jamaah).
Ketujuh, orang yang berqurban boleh memakan sebagian dari daging qurbannya, hal ini dinyatakan dalam firman Allah yang artinya: Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang ditentukan (Hari Adha dan Tasyrik) atas riski yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir (QS 22:28).

HIKMAH QURBAN

Setiap yang diperintah Allah Swt kepada kaum muslimin, pasti mengandung banyak hikmah atau pelajaran serta manfaat, baik bagi orang yang melaksanakan perintah tersebut maupun bagi masyarakat di sekitarnya, bahkan manfaat itu tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak, demikian pula halnya dengan Ibadah qurban. Ada beberapa hikmah dan manfaat dari ibadah qurban ini yang harus kita raih. Pertama, pahala yang amat besar, yakni diumpamakan seperti banyaknya bulu dari binatang yang disembelih, ini merupakan penggambaran saja tentang betapa besarnya pahala itu, hal ini dinyatakan oleh Rasulullah Saw yang artinya: Pada tiap-tiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Kedua, terjalinnya hubungan kepada Allah Swt yang semakin dekat, apalagi kalau penyembelihannya dilakukan sendiri, karena ibadah ini memang untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Ketiga, menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas sosial dengan sesama kaum muslimin sehingga diharapkan kesenjangan sosial antara yang mampu dengan yang kurang atau tidak mampu bisa dijembatani, apalagi dalam kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti sekarang, ditambah dengan konflik yang terjadi di masyarakat seperti peperangan antara umat Kristen dengan umat Islam di Ambon dan Maluku yang amat memerlukan bantuan kita sebagai sesama muslim.
Keempat, mendidik kita untuk menjadi orang yang pandai bersyukur atas segala kenikmatan yang Allah berikan kepada kita sebagaimana yang sudah disebutkan di dalam surat Al Kautsar di atas. Bersyukur akan membuat kenikmatan yang akan kita peroleh bertambah banyak, baik bertambah banyak dari segi jumlahnya atau paling tidak meskipun yang kita peroleh sedikit rasanya terasa begitu banyak.
Kelima, membuktikan bahwa kita termasuk orang-orang yang taat dalam melaksanakan perintah Allah, karena hal ini merupakan salah satu perintah Allah yang harus dilaksanakan dalam kaitan dengan harta yang kita miliki, bila hal ini dilaksanakan, kita termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang beruntung, Allah berfirman yang artinya: Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupan kamu, dengarlah dan taatlah; nafkahkanlah yang baik untuk diri kamu; dan siapa yang dipelihara dirinya dari sifat kekikiran, merekalah orang yang beruntung (QS 64:16).
Keenam, membuktikan bahwa kita memiliki kesadaran sejarah, khususnya sejarah para Nabi dan Rasul yang dalam perjuangannya pasti menuntut adanya pengorbanan, baik dengan jiwa maupun harta. Kesadaran sejarah ini akan membuat kita berusaha semaksimal mungkin mengorbankan apa yang kita miliki dan sangat kita butuhkan untuk digunakan di jalan Allah, bukan mengorbankan sesuatu yang sebenarnya sudah tidak kita perlukan lagi. Dalam konteks perbaikan negara yang dilanda krisis, kebijakan pertama yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz ketika diangkat menjadi khalifah adalah yang terkait dengan dirinya, bukan yang terkait dengan rakyatnya, yakni keharusan bagi dirinya untuk menyerahkan harta yang dimilikinya kepada baitul maal, bukan kebijakan kenaikan gaji dirinya sebagai pejabat.

Dengan demikian, manakala ibadah qurban ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, akan semakin mantap kedekatan kita kepada Allah Swt dan dengan sesama muslim. Hal ini merupakan modal yang sangat berharga dalam menghadapi hari-hari mendatang yang penuh dengan tantangan.
-------------

Pertanyaan : Apakah ada perintah dalam Al-Qur'an untuk menyembelih hewan Qurban pada hari idul Adhha ?

Jawab :
Diriwayatkan dari Qatadah , 'Athaa dan Ikrimah bahwa yang dimaksud dengan Shalat dan menyembelih dalam firman Allah : (Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. 108:2 ) adalah shalat ied dan menyembelih hewan qurban, akan tetapi pendapat yang benar adalah bahwa maksud dari firman Allah tersebut adalah : bahwa Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam untuk menjadikan shalatnya- yang wajib dan yang sunnah- dan penyembelihannya murni hanya untuk Allah sebagaimana dalam firman-Nya (Katakanlah:"Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, (QS. 6:162)

tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. 6:163 ).

Adapun syari'at menyembelih hewan qurban pada hari ied adalah telah tetap berdasarkan perbuatan dan perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan tidak harus segala hukum itu disyari'atkan dalam Al-Qur'an secara rinci akan tetapi cukup dengan ketetapan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdasarkan firman Allah : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah;. (QS. 59:7)

Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan, (QS. 16:44)

Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta'ati Allah.. (QS. 4:80)


Berqurban dengan harga hewan qurban

Pertanyaan :
Telah terjadi diskusi sekitar masalah qurban, sebagian mengatakan bahwa wasiat atas orang mati agar berqurban ( menyembelih hewan qurban yang pahala untuk yang mati ) adalah tidak disyari'atkan, karena para sahabat radhiyallahu 'anhum dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berwasiat untuk itu, begitu juga para khulafa'ur Rasyidin. Dan para peserta diskusi juga berpendapat bahwa bersedekah dengan harga hewan qurban lebih utama dari menyembelihnya ?

Jawab :
Menyembelih hewan qurban adalah sunnah muakkadah menurut pendapat kebanyakan ulama, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah berqurban dan menganjurkan ummatnya untuk berqurban, dan qurban diperintahkan pada waktunya bagi orang yang masih hidup untuk dirinya dan keluarganya.

Apapun berqurban untuk orang yang telah meninggal, maka jika orang tersebut telah berwasiat dari sepertiga hartanya yang ditinggalkan, atau dia berwasiat dari sebagian hartanya yang telah dia wakafkan, maka wajiblah bagi orang yang diserahkan wakaf atau wasiat itu untuk melaksanakannya, jika ia tidak berwasiat dan tidak menjadikan pada wakafnya, dan ada seseorang yang hendak berqurban untuk bapaknya atau ibunya atau untuk selain keduanya maka hal itu adalah baik, dan ini termasuk bersedekah untuk orang yang sudah mati dan sedekah untuk orang yang sudah mati adalah disyari'atkan menurut perkataan ahlus sunnah waljama'ah.

Adapun bersedekah dengan harga hewan qurban dengan dasar bahwa yang sedemikian adalah lebih utama dari menyembelihnya, maka jika berqurban tersebut tertulis dalam wasiatnya atau wakafnya, maka tidak boleh bersedekah dengan harganya, adapun jika hal itu bersifat tathawwu' ( sedekah ) dari orang lain untuknya, maka hal itu luas ( boleh dengan harga dan boleh dengan hewan qurban, pent ) dan adapun berqurban untuk seorang muslim dan keluarganya yang masih hidup maka hal itu adalah sunnah mu'akkadah bagi orang yang mampu, dan menyembelihnya lebih utama dari membayar harganya, karena mencontoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Pertanyaan : Apakah orang yang telah meninggal mengetahui apa yang dikerjakan oleh keluarganya ?
Jika seseorang berqurban untuk bapaknya yang telah meninggal, bersedekah untuknya atau mendo'akannya, atau berziarah ke makamnya apakah dia ( yang telah meninggal ) merasakan atau mengetahui bahwa itu anaknya ?

Jawab : Apa yang ditunjukkan oleh dalil syari'at bahwa orang yang telah meninggal akan mendapatkan manfaat dari sedekah yang masih hidup yang diniatkan untuknya, dan do'a darinya, dan berqurban untuknya adalah bagian dari sedekah, maka jika orang yang bersedekah untuk yang telah meninggal itu ikhlas dalam bersedekah atau berdo'a untuknya maka yang telah meninggal akan mendapatkan manfaat dan yang berdo'a atau bersedekah akan mendapatkan pahala, karena karunia dari Allah dan rahmat-Nya, dan cukuplah bahwa Allah mengetahui bahwa dia telah ikhlas dan melakukan amal yang baik dan Allah memberikan balasan bagi keduanya ( bagi yang telah meninggal dan berdo'a atau bersedekah untuknya, adapun perkara bahwa yang telah meninggal mengetahui siapa yang telah berbuat baik kepadanya maka tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut sebagaimana kami ketahui, dan hal ini adalah perkara ghaib yang tidak diketahui kecuali dengan wahyu dari Allah Ta'ala untuk Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.


Penerima daging hewan qurban

Pertanyaan :
Siapakah yang berhak menerima daging hewar qurban, dan apa hukumnya mereka yang memberikan daging hewan qurban kepada yang menyembelih, dan juga kebanyakan kaum muslimin di negeri kami, jika mereka menyembelih seekor kambing, maka mereka tidak langsung membagikan dagingnya pada hari itu juga, dan mereka mendiamkannya sampai hari esok, dan saya tidak mengetahui , apakan yang sedemikian itu sunnah, atau dalam melakukan yang sedemikan mendapatkan pahala ?

Jawab :
Yang berqurban hendaknya memakan sebagian daging qurbannya, memberikan sebagiannya kepada kaum faqir untuk memenuhi hajat mereka pada hari itu, kepada kerabat untuk menyambung silaturrahmi, kepada tetangga untuk membatu mereka dan teman untuk memperkuat persaudaraan, dan bersegera memberikannya pada hari ied adalah lebih baik dari menundanya sampai hari esok atau sesudahnya guna melapangkan kebutuhan mereka pada hari itu, dan memasukkan kegembiraan di hati mereka pada hari itu, dan karena umumnya perintah Allah (Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi (QS. 3:133)

Dan firman-Nya (Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. (QS. 2:148)
Dan boleh memberikan sebagian dari daging qurban kepada yang menyembelih tetapi bukan sebagai upah penyembelihan, dan upahnya diberikan dari yang lainnya.


Membagikan hewan qurban kepada orang kafir

Pertanyaan :
Bolehkah orang non-muslim memakan daging qurban pada hari iedul adhha ?

Jawab :
Ya, boleh bagi kita memberikan makan kepada orang kafir mu'ahad ( yang terikat perjanjian yaitu yang tunduk kepada negara Islam ) dan tawanan dari daging qurban, dan boleh memberikannya karena kefaqirannya, atau kekerabatannya atau karena tetangga, atau untuk mengambil hatinya ( supaya masuk Islam ) karena hewan qurban merupakan ibadah pada penyembelihannya sebagai qurban karena Allah, dan ibadah kepada-Nya, adapun dagingnya, maka yang paling utama adalah yang berqurban memakan sepertiganya, memberikan sepertiganya kepada kerabat, tetangga dan teman-temannya, dan bersedekah dengan sepertiganya lagi untuk kaum faqir, jika dia melebihkan atau mengurangi dari bagian-bagian ini, atau mencukupi dengan sebagiannya maka tidak apa-apa, dalam hal ini ada kelapangan, dan tidak boleh memberikan daging qurban kepada musuh, karena seharusnya kita memtahkan musuh dan melemahkannya tidak membantu dan menguatkannya dengan sedekah, begitu juga hukum sedekah sunnah, karena umumnya firman Allah : Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. 60:8)

Dan karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan Asma' bintu Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma untuk berbuat baik kepada ibunya dengan harta sedang ibunya seorang musyrikah dalam keadaan damai.


Menyembelih sebelum Imam

Pertanyaan : Benarkah bahwa orang yang menyembelih hewan qurbannya sebelum imam menyembelih adalah tidak shah ?

Jawab : Yang benar bahwa yang menyembelih hewan qurban setelah shalat ied adalah shah, walaupun dia menyembelih sebelum imam menyembelih, adapun mereka yang menyembelih hewan qurban sebelum shalat ied, maka tidaklah shah qurbannya itu, dan itu hanyalah makanan yang dia percepat untuk keluarganya.

Barang siapa ingin berqurban,
maka janganlah dia mengambil ( memotong ) rambut dan kukunya.

Pertanyaan :
Hadits :
Barang siapa hendak berqurban atau orang lain berqurban untuknya, maka dari awal bulan dzulhijjah janganlah dia memotong rambut atau kukunya, sampai dia selesai berqurban, maka apakah larangan ini untuk seluruh keluarganya, yang dewasa dan belum dewasa atau khusus untuk yang sudah dewasa saja ?

Jawab :
Kami tidak mengetahui bahwa lafadz hadits sebagaimana penanya sebutkan, dan lafadz yang kami ketahui sebagaimana diriwayatkan oleh Jama'ah kecuali Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha adalah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : ( jika kalian melihat awal bulan Dzulhijjah dan seseorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan ( dari memotong ) rambut dan kukunya. Dan lafadz riwayat Abu Daud, Muslim dan Nasa'I : ( Barang siapa mempunyai sembelihan ( hewan qurban ) yang akan disembelihnya, maka jika telah terbit bulan sabit dari bulan dzulhijjah, maka janganlah dia mengambil ( memotong ) dari rambut dan kukunya sampai dia menyembelih ). Hadits ini menunjukkan larangan dari memotong sebagian rambut atau kuku setelah masuknya sepuluh pertama bulan Dzulhijjah bagi mereka yang hendak menyembelih hewan qurban, dan dalam riwayat yang pertama terdapat perintah dan menahan, dan perintah menunjukkan suatu kewajiban dan kami tidak mengetahui ada dalil lain yang memalingkannya dari ma'na asli ( wajib ) dan dalam riwayat yang kedua ada larangan dari memotong, dan larangan menunjukkan haram, maksuk kami, keharaman memotong, dan kami tidak mengetahui adanya dalil yang memalingkan dari ma'na haram tersebut, dengan demikian jelaslah bahwa hadits ini khusus bagi orang yang akan menyembelih saja, adapun orang yang disebelihkan baginya baik dewasa ataupun belum dewasa, maka tidak ada larangan bagi mereka untuk memotong sebagian rambut atau kukunya berdasarkan hukum asal yaitu boleh, dan tidak ada dalil yang menunjukkan hukum yang bertentangan dari hukum asal itu ( boleh ).