5.15.2010

"Ar - Rahman" Sebagai Sumber Inspirasi Sukses

Oleh: Bambang Marhiyanto

Ar-Rahman mengandung makna bahwa Allah memberikan rahmat kepada seluruh makhlukNya dengan tidak tebang pilih. Siapa saja berhak mendapat rahmatNya. Rahman artinya menyayangi dan mengasihi.

Setiap individu mendapat kasih dan sayang dari Allah. Tidak peduli apakah hamba itu taat atau durhaka, berprilaku baik atau jahat. Semuanya mendapat kasih sayang dariNya. Allah tidak membeda-bedakan antara manusia yang iman maupun yang kafir. Mereka mendapat rahmat sesuai dengan qadha dan qadarNya. Rahmat yang telah ditentukan semenjak ruh ditiupkan. Hanya saja rahmat untuk orang kafir berbeda dengan rahmat orang mukmin.

eorang yang durhaka kepada Allah, suka berbuat maksiat, tidak menghiraukan perintahNya dan gemar melakukan laranganNya, tetapi ternyata ia tetap bisa hidup. Ia mendapatkan rejeki. Ia mendapatkan istri dan anak. Bahkan karena sifatNya yang Rahman, Allah masih membuka kesempatan untuknya bertaubat. Jika orang durhaka itu bertaubat dengan sungguh-sungguh, Allah pun mengampuni dosa-dosanya. Ini adalah bukti bahwa rahmat Allah, itu tidak tebang pilih. Allah mengasihi dan menyayangi seluruh makhlukNya. Karena itu diserukan dalam al-Quran:

Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memujiNya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hambaNya. Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. QS. al-Furqan 58-59.

Dalam ayat tersebut dikatakan, “Cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hambaNya.” Kalimat ini merupakan jaminan bahwa Allah itu ar-Rahman kepada hambaNya. Meskipun hamba terlanjur berdosa, jika bersungguh-sungguh mohon ampunan, Allah pun mengampuninya.

Kata ar-Rahman dapat dijumpai dalam al-Quran. Ar-Rahman disebut hingga sebanyak 57 kali. Bahkan dalam kitab-kitab terdahulu juga disebutkan tentang asma Allah ini. Sayangnya pada masa itu orang-orang jahiliyah belum menyadari bahwa ar-Rahman merupakan salah satu dari sekian asma Allah.

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Sujudlah kami sekalian kepada ar-Rahman (Yang Maha Penyayang). Mereka menjawab, “Siapakah Yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami (bersujud kepadaNya)?” Dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman).” QS. al-Furqan 60.

Kita sekarang bukan berada di era jahiliyah. Kabar dan ajaran kebenaran tentang keimanan telah disampaikan oleh Rasulullah saw. dan sampai pula ke telinga kita. Kita diberi petunjuk sehingga bertakwa kepada Allah. Kita dikenalkan dengan nama-namaNya yang terindah. Salah satu dari sekian nama itu adalah ar-Rahman. Oleh sebab itu, hendaknya kita berusaha memahami dan menghayati asma Allah yang juga merupakan sifatNya itu.

Selanjutnya diaplikasikan dalam sikap dan perilaku. Bagaimana bentuknya?
Penerapan itu dimulai dengan sebuah pertanyaan kepada diri sendiri dengan kalimat demikian, “Allah saja mengasihi hambaNya meskipun didurhakai, mengapa aku tidak mengasihi orang lain?”

Pertanyaan yang sangat sederhana tetapi mengandung makna yang cukup dalam jika kita renungkan. Sikap kasih sayang sebagai pencerminan dari ar-Rahman yang sudah ada di dalam diri kita hendaknya dibangkitkan dan dikembangkan.

Agama mana pun di dunia ini mengajarkan dan mengembangkan kasih sayang. Apa pun diri seseorang dan dari mana ia berasal, sesungguhnya di dalam dirinya sudah dilengkapi dengan sifat penyayang.

Ketika kita menyaksikan korban bencana alam bergelimpangan dengan begitu mengenaskan, tentu hati kita menjadi terenyuh dan berbelas kasihan kepada mereka. Kegusaran itu karena rasa tidak tega terhadap mereka.

Ketidaktegaan itu dikarenakan di dalam diri kita terdapat sifat penyayang.
Contoh lain, misalnya seorang cacat fisik sedang meminta-minta di perempatan lampu merah. Tiba-tiba salah satu ban mobil melindas kakinya. Orang itu berteriak-teriak. Seorang pengendara mobil keluar dari mobilnya dan menghampiri orang tersebut. Ia tidak minta maaf, tetapi malah mencaci-maki dan menyalahkannya.

Kira-kira apa yang dipikirkan oleh orang-orang yang menyaksikan adegan tersebut? Tentu hampir semuanya memihak kepada orang yang kakinya terlindas mobil, bukan memihak si sopir yang tidak minta maaf tetapi justru dengan arogannya ia mencaci maki.

Ini sebuah bukti bahwa manusia telah dibekali oleh rasa dan sifat menyayangi terhadap sesama. Setiap orang secara fitrah menyukai sifat terpuji dan membenci sifat buruk.

Ar-Rahman merupakan salah satu dari sekian deretan asmaul husna, nama-nama Allah yang indah dan terbaik. Ar-Rahman sekaligus menunjukkan sifatNya. Barangsiapa yang menyeru dengan menyebut namaNya itu, berarti ia telah memuji dan mengagungkanNya. “Katakanlah: Serulah Allah atau ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik)...”

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. QS. al-Fatihah 2-3.

Sejalan dengan sifatNya, Allah Maha Pemurah dan Penyayang. Jika kita memujiNya, Allah pun mendengar pujian itu. Dia melimpahkan kasih sayangNya yang tiada terhingga. Hal ini sejalan dengan sebuah hadis yang menerangkan, “Sesungguhnya seorang hamba yang membaca ‘Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam,’ maka Allah akan berkata, ‘HambaKu telah memujiKu.” dan jika doa membaca ‘Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,” maka Allah berkata, ‘HambaKu telah memujiKu.”
Kata ar-Rahman, karena dimiliki oleh Allah, maka mengandung makna paling atau ‘ter’. Dia menyayangi setiap makhluk tanpa tebang pilih karena kasih sayangnya tiada terbatas dan tiada terhingga. Bukankah Allah berfirman:

RahmatKu meliputi segala sesuatu. QS. al-A’raf 156.

Oleh karena itu curahan kasih sayang Allah kepada makhlukNya itu tiada terhingga. Hal ini dapat dipahami pula sebagai pesan bahwa kita sebagai hambaNya yang beriman berusaha agar sikap dan perilaku kita memiliki pancaran kasih sayangNya. Yang mana kasih sayangNya itu dapat kita terapkan dan kita pancarkan kepada sesama makhluk. Secara sederhana, kita berusaha menjadi manusia yang memiliki sifat dan sikap pengasih kepada sesama. Hendaknya kita menjadikan hidup ini menjadi manfaat terhadap orang lain. Dan modal untuk menjadi manfaat ialah membekali hati dan perilaku kita untuk mengasihi sesama.

Pancaran ar-Rahman telah membias pada setiap hati orang beriman. Ini harus dikembangkan dan potensinya digali terus-menerus. Sebab tujuan Allah memancarkan ar-Rahman kepada makhluk agar terjadi kehidupan yang harmonis di muka bumi ini.

Allah memiliki seratus rahmat. Satu bagian dicurahkan kepada makhluknya di dunia. Sedangkan sisanya masih disimpan. Hal ini pernah diterangkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah bersabda, “Allah swt. menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan di sisiNya sebmbilan puluh sembilan dan diturunkanNya ke bumi ini satu bagian; yang satu bagian inilah yang dibagikan ke seluruh makhluk, (yaitu tercermin antara lain) pada seekor binatang yang mengangkat kaki dari anaknya, terdorong dari rahmat kasih sayang, khawatir jangan sampai menyakitinya.”
Binatang tidak memiliki akal tetapi mampu mengaplikasikan asmaul husna, terutama ar-rahman (mengasihi). Ia diberi sifat rahman kepada anak-anaknya. Ketika ia menyusui anaknya, diangkatlah salah satu kaki belakang agar anaknya tidak terinjak.

Kita sering mendengar kalimat bijak, “Sebuas-buasnya singa tak akan pernah memangsa anaknya.” Binatang buas sekalipun pasti ia dibekali Allah untuk mengasihi anaknya. Ini merupakan rahmat Allah yang hanya satu bagian, yang diturunkan ke bumi dan dipancarkan kepada makhlukNya. Hanya melalui rahmat Allah, harimau tidak akan memakan anaknya sendiri meskipun ia lapar. Bahkan –karena dibekali oleh fitrah rasa menyayangi– ia merawat dan melindungi anaknya dari bahaya. Ia mengajari anaknya dengan sabar ketika mereka mulai dewasa. Melatih bagaimana melindungi diri dari musuh. Semua itu dilakukan oleh induknya dengan sifat rahman.

Seperti halnya kita, terhadap orang tua renta dan terhadap anak-anak tentu merasa mengasihi. Kita melihat seorang bocah yang masih kecil ditinggal mati kedua orangtuanya, saat itu kita timbul rasa kasihan. Inilah rahmat Allah yang –hanya sebagian kecil– dicurahkan kepada kita. Dengan curahan rahmatNya, kehidupan makhluk di dunia ini berlangsung dengan baik. Maka tepatlah kiranya jika kita menyeru dan menyembah Allah dengan mengagungkan asmaNya, yaitu ar-Rahman.

Ar-Rahman Sebagai Sumber Inspirasi Sukses
Ar-Rahman artinya mengasihi. Allah memiliki asmaul husna dan sifat mengasihi bukan hanya untuk kita ketahui, untuk dihafal dan untuk disebut. Lebih dari itu, tujuan Allah adalah agar manusia setidak-tidaknya berusaha memiliki rasa berbelas kasihan terhadap sesamanya.

Memang sifat ar-Rahman hanya berhak dimiliki oleh Allah swt. dan layak melekat pada Allah. Tetapi hendaknya dipahami dengan sungguh-sungguh agar kita turut ‘menebarkan’ sifat Allah ini dalam kehidupan sehari-hari.
Betapa energi dan aura akan muncul dan kita menjadi manusia yang luar biasa apabila dalam setiap perilaku dan sikap senantiasa diwarnai mengasihi terhadap sesama. Bentuklah pribadi kita dengan membiasakan diri dalam membangkitkan rasa kasih.

Dampak positif dari sifat ini jika telah benar-benar kita terapkan adalah mendukung kesuksesan hidup. Kita akan dapat menjalani hidup dengan tanpa ada masalah. Bila kebetulan kita mendapatkan masalah, dengan tanpa diminta orang lain akan membantu. Mereka pun menaruh rasa kasihan dan terdorong untuk menolong.

Jadilah manusia yang memiliki kepribadian lemah lembut, sebagaimana Rasulullah memberi contoh kepada umatnya. Betapa Rasulullah selalu menyayangi dan mengasihi setiap manusia, terutama anak-anak yatim.
Kepribadian ini akan membangkitkan pesona yang luar biasa. Setiap orang akan kagum dan suka kepada kita. Karena setiap orang suka dan bersimpati, maka hidup terasa nyaman dan mudah untuk dijalani. Setiap apa yang kita rencanakan akan mendapat dukungan dari orang-orang di sekitar kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar