oleh: Bambang Marhiyanto
Ar-Rahim artinya menyayangi. Jika nama itu melekat pada Allah akan sekaligus menjadi sifatNya Yang Maha Penyayang. Ada yang berpendapat bahwa kata ‘rahim’ disamakan dengan ‘kandungan ibu’. Di mana ketika ibu mengandung, ia akan menyayangi bayinya itu dengan sepenuh hati. Kasih sayang seorang ibu yang tulus sehingga demi anaknya yang dikandung ia rela mengorbankan jiwa dan raga.
Ada pula yang berpendapat bahwa ar-Rahim memiliki akar kata yang sama dengan ar-Rahman. Namun ar-Rahman hanya layak disandang oleh Allah sedangkan sifat ar-Rahim dapat juka dimiliki oleh makhluk (manusia).
Menurut Buya Hamka, ar-Rahman dan ar-Rahim ada perbedaan meskipun tidak signifikan. Ar-Rahman mengandung arti yang Dia memberikan rahmat kepada seluruh makhlukNya dengan tidak tebang pilih, tidak membedakan antara makhluk yang berakal atau tidak, antara makhlukNya manusia yang baik dan yang jahat, yang iman atau yang kafir. Tetapi rahmat yang diberikan itu merupakan rahmat-rahmat kecul, yang rendah, misalnya kehidupan, susunan tubuh, makanan dan minuman, istri, anak-keturunan, kesehatan, kekayaan dan lain sebagainya. Rahmat tersebut berupa rejeki yang berkaitan dengan kehidupan di dunia sana.
Sedangkan ar-Rahim –menurut Hamka– adalah rahmat Allah yang dicurahkan kepada makhlukNya dengan tiada dapat dinilai besarnya. Rahmat yang tidak sebanding dengan seluruh harta dan kekayaan. Namun berupa ramat yang kekal dan abadi. Rahmat yang bukan sekedar berkaitan rejeki dan kehidupan di dunia, bukan sekedar susunan tubuh, bukan sekedar kesehatan dan kekayaan, namun rahmat yang agung. Buya Hamka memahami ar-Rahim tersebut berupa rahmat jalan yang lurus (shirathal mustaqim). Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa ar-Rahim merupakan rahmat yang hanya dicurahkan kepada orang-orang beriman.
Rahmat Allah berupa kasih sayang yang terkandung di dalam ar-Rahim lebih besar, mencakup dunia akhirat bagi orang yang beriman. Ketika seorang beriman bertaubat, maka curahan ar-Rahman akan didapatkannya. Allah membuka pintu taubat atas dosa-dosa hambanya. Pengampunan adalah sebuah rahmat yang luar biasa. Orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan yang tidak hanya di dunia, tetapi di akhirat.
Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. al-Muzamil 20.
Pada ayat tersebut kalimat Allah Maha Pengampun tidak dapat dipisahkan dengan Maha Penyayang. Artinya, Allah itu Pemurah dan Maha Bijaksana. Ia tidak pernah dendam kepada hambaNya yang durhaka jika sang hamba itu kemudian kembali kepadaNya memohon ampun. Allah pasti menyayanginya. Jika Allah telah menyayanginya, maka seseorang akan mendapatkan keberuntungan dunia dan akhirat.
Untuk mendapatkan limpahan curahan kasih sayang dari Allah, kita hendaknya bersegera untuk bertaubat. Bagaimana pun kita memiliki kekhilafan. Apa pun bentuknya, besar atau kecil, yang pasti kita pernah berdosa kepada Allah. Dia memberikan harapan yang luar biasa dengan membuka pintu ampunanNya.
Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. an-Nisa 110.
Perhatikanlah ayat tersebut, betapa Allah telah memberi harapan melalui curahan kasih sayangnya dengan memberi ampunan kepada orang yang mau bertaubat.
Bentuk kasih sayang kepada hambaNya terwujud melalui beberapa tahapan yakni proses penciptaan, proses petunjuk hidayah meraih iman dan sebab-sebab kebahagiaan, proses pemberian kebahagiaan ukhrawi yang dinikmati kelak di akhirat, serta proses kenikmatan memandang ‘wajahNya’ di hari Kiamat. Demikian menurut pendapat Imam al-Ghazali.
Kita diciptakan Allah swt. merupakan sebuah anugerah rahmat dan rasa sayangNya kepada kita. Seandainya Allah tidak menciptakan kita, tiada mungkin hari ini kita bisa menghirup udara di dunia. Rahmat Allah lainnya adalah Dia menciptakan jagad raya yang dilengkapi dengan segala sesuatunya sehingga memenuhi kebutuhan makhluk.
Sucikanlah nama Robbmu Yang Maha Tinggi, Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). QS. al-A’la 1-2
Allah swt. menciptakan dan menyempurnakan ciptaanNya. Manusia sebagai makhluk ciptaanNya kemudian diberi rahmat berupa kesempurnaan. Dilengkapinya dengan akal pikiran, iman dan rasa kasih sayang.
Kemudian bentuk kasih sayang Allah setelah penciptaan adalah Dia memberikan hidayah kepada hambaNya sehingga dapat meraih iman sebagai sebab-sebab kebahagiaan. Ini terwujud dalam pengampunan dan pembuka hati sehingga seseorang dapat menempuh hidup di jalan yang benar. Jalan kebenaran inilah yang mengantar seseorang meraih sukses dan bahagia, di dunia maupun di akhirat. Ada yang berpendapat bahwa hal tersebut merupakan jalan yang lurus (shirathal mustaqim).
Allah swt. adalah sebaik-baik penyayang di antara para penyayang. Oleh karena itu hendaknya kita berdoa, “Ya Robbku, berilah aku ampunan dan kasih sayang, dan Engkau adalah Pemberi kasih sayang yang paling baik.”
Mengamalkan ar-Rahim Untuk Meraih Keberuntungan
Ar-Rahim tidak bisa dilepaskan dengan ar-Rahman. Keduanya memiliki arti kasih-sayang. Mengamalkan asmaul husna, disambing menyebut dala dzikir dan doa, seyogyanya diaplikasikan dalam sikap dan mental agar mendapatkan dampak positif yang luar biasa. Dampak positif itu langsung dapat dirasakan bagi keberuntungan hidup.
Apa yang kita kembangkan dari sifat kasih sayang ini? Tentunya penerapannya adalah terhadap diri sendiri dan sesama makhluk hidup. Kita berupaya untuk menaburkan sifat Allah ini dalam wujud sikap yang nyata.
Pertama kali yang harus kita beri kasih sayang adalah diri sendiri.
Menyayangi diri sendiri itu begitu penting. Bagaimana pun seseorang, pasti memiliki sifat dan perasaan untuk menyayangi diri sendiri. Namun sifat rahman dan rahim yang merupakan fitrah itu seringkali terkalahkan oleh hawa nafsu. Seorang peminum minuman keras, sekali waktu ia sadar bahwa kebiasaannya itu merusak mental dan kesehatannya. Hal itu muncul karena peringatan dari hati nurani yang memiliki rahman dan rahim (kasih sayang) terhadap diri sendiri. Namun nafsunya (keinginan dan hobi)nya itu begitu kuat sehingga bisikan nurani itu diabaikan. Seorang perokok, ia sadar jika merokok merugikan kesehatannya. Namun kesenangannya itu mengabaikan bisikan suci dari nuraninya. Begitu pula penjudi, penzina dan tukang maksiat lainnya.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengaplikasikan rahman dan rahim ini terhadap diri sendiri. Sayangilah diri kita. Rawatlah dengan baik. Jaga kondisi kesehatan. Makanlah makanan yang tidak merugikan. Terutama makanan yang halal.
Menyayangi diri sendiri tidak terbatas untuk kepentingan hidup di dunia. Namun hendaknya kita juga menengok kehidupan kita di akhirat kelak. Jika kita merasa sayang terhadap diri sendiri, hendaknya mempersiapkan segala sesuatunya sehingga kelak dalam kehidupan baru yang kekal tidak menderita. Bentuk kasih sayang ini adalah taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Menyayangi diri sendiri janganlah menggiring kita untuk bersikap egois dan tidak mempedulikan orang lain. Di samping menyayang diri sendiri, kita pun hendaknya menebar kasih sayang kepada orang lain.
Menebar kasih sayang kepada orang lain (kepada sesama) tidak cukup mengelus dada atau menyatakan keprihatinan terhadap mereka yang terkena musibah. Tidak hanya merasa bersedih terhadap orang lain yang bernasib buruk. Itu tidaklah cukup.
Bukanlah dianggap mengamalkan kasih sayang terhadap sesama jika kita mendengar atau menyaksikan tayangan korban tsunami Aceh, korban gempa Yogyakarta, korban banjir dan kebekaran tetapi hanya menyatakan prihatin.
Terhadap sesuatu yang demikian, idealnya ialah kita menyatakan cinta kasih berupa kepedulian. Adapun kepedulian bisa diwujudkan dengan amalan konkret sesuai potensi yang kita miliki. Misalnya kita memiliki materi (harta), bisa merealisasikan kepedulian dengan memberikan sumbangan bagi mereka. Umpamanya kita punya keahlian di bidang SAR, bisa membantu untuk mengevakuasi mereka, dan sebagainya.
Kasih sayang dapat pula diwujudkan adanya saling menghormati dan saling membantu. Laksanakanlah kebiasaan kasih sayang ini di lingkungan kita tinggal. Berbaik-baiklah dengan tetangga, peduli kepada mereka, suka menolong, suka datang jika diundang dan menampakkan sikap yang simpati, niscaya kita menjadi manusia yang dirindukan oleh mereka. Namun sayangnya, kadang-kadang rahman dan rahim dalam jiwa kita terkalahkan oleh sikap egois dan mempertahankan harga diri. Sifat menyayangi dan mengasihi menjadi terpendam ketika di dalam hati kita terdapat kesombongan. Sifat-sifat semacam ini sudah harus dikikis dengan membangkitkan energi kasih sayang setiap saat kepada sesama.
Kita sepakat bahwa perbuatan baik disukai orang lain. Sikap peduli dan senantiasa menyayangi dan mengasihi terhadap sesama akan memancarkan aura. Karena sikap yang simpati, pribadi yang mempesona dan tulus, maka dampak positif akan segera kita rasakan. Ada timbal balik dari mereka.
Terkadang sesuatu yang tampaknya sepele ini sulit untuk kita laksanakan. Mulailah dari sekarang dengan yang ringan-ringan, misalnya selalu menebar senyum, menganggukkan kepala setiap kali berpapasan dengan orang lain.
Setiap pagi hari awali hidup ini dengan tersenyum dan berprasangka baik kepada orang lain. Mulailah dari keluarga sendiri. Seandainya kita seorang ayah, jadilah ayah yang baik, menyayangi istri dan anak-anak. Seandainya kita menjadi ibu, jadilah ibu yang baik dan selalu lemah lembut, peduli dan menyayangi anggota keluarga. Misalnya jika kita sebagai ketua RT atau RW, maka cobalah untuk bersikap mengasihi dan menyayangi terhadap warga. Kita seorang pedagang di pasar, maka belajarlah untuk berkasih sayang terhadap relasi. Begitu seterusnya. Siapa pun kita, jika senantiasa belajar menaruh kasih sayang kepada sesama, maka mereka akan peduli kepada kita. Mereka akan menolong jika kita menemui kesulitan, sekecil apa pun. Maka inilah yang dimaksudkan jalan menuju sukses. Jalan yang harus kita buka dan kita lalui.
Jika kita bersosial dan mampu mengamalkan rahman-rahim, pastilah orang lain akan membalas dengan sikap yang sama. Rasulullah saw. adalah manusia yang kita teladani, karena ia memiliki sifat dan sikap rahman-rahim. Keberhasilannya di bidang perdagangan dan politik, juga karena didukung oleh sikap mengasihi dan menyayangi sesama.
Sikap menyayangi tidak sebatas untuk diri sendiri atau orang lain, namun juga terhadap makhluk lain. Terhadap binatang, hendaknya kita menyayangi. Perlakukanlah binatang piaraan dengan baik. Jika disembelih lakukanlah sesuai syariat. Sesungguhnya Islam telah mengajarkan agar kita menyembelih dengan pisau yang tajam di urat nadinya agar cepat mati sehingga mempersingkat rasa sakit. Ajaran ini menganding amalan kasih sayang.
Terhadap lingkungan, kita pun wajib menyayangi. Tebarkanlah ar-rahim ini di muka bumi. Sebab kita adalah khalifah di muka bumi, yang diberi hak untuk mengelola dan memelihara. Membuang limbah ke sungai merupakan perilaku yang bertentangan dengan sifat ar-rahim. Menebang pohon secara sembarangan juga bertentangan dengan sifat menyayangi alam. Seharusnya kita melestarikannya agar bumi menjadi subur.
Di dalam sebuah perusahaan tempat kita bekerja, hendaknya sifat menyayangi ini terus dikembangkan. Buanglah jauh-jauh sifat yang berlawanan dengan ar-rahim, misalnya iri hati, menghasut, memfitnah, tidak mau bekerja sama, tidak mau menolong dan tidak mau peduli.
Kesimpulannya, jika kita mengamalkan asmaul husna, yakni ar-rahim dalam setiap aspek kehidupan dan diwujudkan dalam perilaku terhadap sesama manusia, maka setiap langkah akan dimudahkan Allah. Hidup kita menjadi nyaman dan indah karena setiap orang menjadi saudara. Bahkan lebih dari saudara
Ar-Rahim artinya menyayangi. Jika nama itu melekat pada Allah akan sekaligus menjadi sifatNya Yang Maha Penyayang. Ada yang berpendapat bahwa kata ‘rahim’ disamakan dengan ‘kandungan ibu’. Di mana ketika ibu mengandung, ia akan menyayangi bayinya itu dengan sepenuh hati. Kasih sayang seorang ibu yang tulus sehingga demi anaknya yang dikandung ia rela mengorbankan jiwa dan raga.
Ada pula yang berpendapat bahwa ar-Rahim memiliki akar kata yang sama dengan ar-Rahman. Namun ar-Rahman hanya layak disandang oleh Allah sedangkan sifat ar-Rahim dapat juka dimiliki oleh makhluk (manusia).
Menurut Buya Hamka, ar-Rahman dan ar-Rahim ada perbedaan meskipun tidak signifikan. Ar-Rahman mengandung arti yang Dia memberikan rahmat kepada seluruh makhlukNya dengan tidak tebang pilih, tidak membedakan antara makhluk yang berakal atau tidak, antara makhlukNya manusia yang baik dan yang jahat, yang iman atau yang kafir. Tetapi rahmat yang diberikan itu merupakan rahmat-rahmat kecul, yang rendah, misalnya kehidupan, susunan tubuh, makanan dan minuman, istri, anak-keturunan, kesehatan, kekayaan dan lain sebagainya. Rahmat tersebut berupa rejeki yang berkaitan dengan kehidupan di dunia sana.
Sedangkan ar-Rahim –menurut Hamka– adalah rahmat Allah yang dicurahkan kepada makhlukNya dengan tiada dapat dinilai besarnya. Rahmat yang tidak sebanding dengan seluruh harta dan kekayaan. Namun berupa ramat yang kekal dan abadi. Rahmat yang bukan sekedar berkaitan rejeki dan kehidupan di dunia, bukan sekedar susunan tubuh, bukan sekedar kesehatan dan kekayaan, namun rahmat yang agung. Buya Hamka memahami ar-Rahim tersebut berupa rahmat jalan yang lurus (shirathal mustaqim). Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa ar-Rahim merupakan rahmat yang hanya dicurahkan kepada orang-orang beriman.
Rahmat Allah berupa kasih sayang yang terkandung di dalam ar-Rahim lebih besar, mencakup dunia akhirat bagi orang yang beriman. Ketika seorang beriman bertaubat, maka curahan ar-Rahman akan didapatkannya. Allah membuka pintu taubat atas dosa-dosa hambanya. Pengampunan adalah sebuah rahmat yang luar biasa. Orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan yang tidak hanya di dunia, tetapi di akhirat.
Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. al-Muzamil 20.
Pada ayat tersebut kalimat Allah Maha Pengampun tidak dapat dipisahkan dengan Maha Penyayang. Artinya, Allah itu Pemurah dan Maha Bijaksana. Ia tidak pernah dendam kepada hambaNya yang durhaka jika sang hamba itu kemudian kembali kepadaNya memohon ampun. Allah pasti menyayanginya. Jika Allah telah menyayanginya, maka seseorang akan mendapatkan keberuntungan dunia dan akhirat.
Untuk mendapatkan limpahan curahan kasih sayang dari Allah, kita hendaknya bersegera untuk bertaubat. Bagaimana pun kita memiliki kekhilafan. Apa pun bentuknya, besar atau kecil, yang pasti kita pernah berdosa kepada Allah. Dia memberikan harapan yang luar biasa dengan membuka pintu ampunanNya.
Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. an-Nisa 110.
Perhatikanlah ayat tersebut, betapa Allah telah memberi harapan melalui curahan kasih sayangnya dengan memberi ampunan kepada orang yang mau bertaubat.
Bentuk kasih sayang kepada hambaNya terwujud melalui beberapa tahapan yakni proses penciptaan, proses petunjuk hidayah meraih iman dan sebab-sebab kebahagiaan, proses pemberian kebahagiaan ukhrawi yang dinikmati kelak di akhirat, serta proses kenikmatan memandang ‘wajahNya’ di hari Kiamat. Demikian menurut pendapat Imam al-Ghazali.
Kita diciptakan Allah swt. merupakan sebuah anugerah rahmat dan rasa sayangNya kepada kita. Seandainya Allah tidak menciptakan kita, tiada mungkin hari ini kita bisa menghirup udara di dunia. Rahmat Allah lainnya adalah Dia menciptakan jagad raya yang dilengkapi dengan segala sesuatunya sehingga memenuhi kebutuhan makhluk.
Sucikanlah nama Robbmu Yang Maha Tinggi, Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). QS. al-A’la 1-2
Allah swt. menciptakan dan menyempurnakan ciptaanNya. Manusia sebagai makhluk ciptaanNya kemudian diberi rahmat berupa kesempurnaan. Dilengkapinya dengan akal pikiran, iman dan rasa kasih sayang.
Kemudian bentuk kasih sayang Allah setelah penciptaan adalah Dia memberikan hidayah kepada hambaNya sehingga dapat meraih iman sebagai sebab-sebab kebahagiaan. Ini terwujud dalam pengampunan dan pembuka hati sehingga seseorang dapat menempuh hidup di jalan yang benar. Jalan kebenaran inilah yang mengantar seseorang meraih sukses dan bahagia, di dunia maupun di akhirat. Ada yang berpendapat bahwa hal tersebut merupakan jalan yang lurus (shirathal mustaqim).
Allah swt. adalah sebaik-baik penyayang di antara para penyayang. Oleh karena itu hendaknya kita berdoa, “Ya Robbku, berilah aku ampunan dan kasih sayang, dan Engkau adalah Pemberi kasih sayang yang paling baik.”
Mengamalkan ar-Rahim Untuk Meraih Keberuntungan
Ar-Rahim tidak bisa dilepaskan dengan ar-Rahman. Keduanya memiliki arti kasih-sayang. Mengamalkan asmaul husna, disambing menyebut dala dzikir dan doa, seyogyanya diaplikasikan dalam sikap dan mental agar mendapatkan dampak positif yang luar biasa. Dampak positif itu langsung dapat dirasakan bagi keberuntungan hidup.
Apa yang kita kembangkan dari sifat kasih sayang ini? Tentunya penerapannya adalah terhadap diri sendiri dan sesama makhluk hidup. Kita berupaya untuk menaburkan sifat Allah ini dalam wujud sikap yang nyata.
Pertama kali yang harus kita beri kasih sayang adalah diri sendiri.
Menyayangi diri sendiri itu begitu penting. Bagaimana pun seseorang, pasti memiliki sifat dan perasaan untuk menyayangi diri sendiri. Namun sifat rahman dan rahim yang merupakan fitrah itu seringkali terkalahkan oleh hawa nafsu. Seorang peminum minuman keras, sekali waktu ia sadar bahwa kebiasaannya itu merusak mental dan kesehatannya. Hal itu muncul karena peringatan dari hati nurani yang memiliki rahman dan rahim (kasih sayang) terhadap diri sendiri. Namun nafsunya (keinginan dan hobi)nya itu begitu kuat sehingga bisikan nurani itu diabaikan. Seorang perokok, ia sadar jika merokok merugikan kesehatannya. Namun kesenangannya itu mengabaikan bisikan suci dari nuraninya. Begitu pula penjudi, penzina dan tukang maksiat lainnya.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengaplikasikan rahman dan rahim ini terhadap diri sendiri. Sayangilah diri kita. Rawatlah dengan baik. Jaga kondisi kesehatan. Makanlah makanan yang tidak merugikan. Terutama makanan yang halal.
Menyayangi diri sendiri tidak terbatas untuk kepentingan hidup di dunia. Namun hendaknya kita juga menengok kehidupan kita di akhirat kelak. Jika kita merasa sayang terhadap diri sendiri, hendaknya mempersiapkan segala sesuatunya sehingga kelak dalam kehidupan baru yang kekal tidak menderita. Bentuk kasih sayang ini adalah taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Menyayangi diri sendiri janganlah menggiring kita untuk bersikap egois dan tidak mempedulikan orang lain. Di samping menyayang diri sendiri, kita pun hendaknya menebar kasih sayang kepada orang lain.
Menebar kasih sayang kepada orang lain (kepada sesama) tidak cukup mengelus dada atau menyatakan keprihatinan terhadap mereka yang terkena musibah. Tidak hanya merasa bersedih terhadap orang lain yang bernasib buruk. Itu tidaklah cukup.
Bukanlah dianggap mengamalkan kasih sayang terhadap sesama jika kita mendengar atau menyaksikan tayangan korban tsunami Aceh, korban gempa Yogyakarta, korban banjir dan kebekaran tetapi hanya menyatakan prihatin.
Terhadap sesuatu yang demikian, idealnya ialah kita menyatakan cinta kasih berupa kepedulian. Adapun kepedulian bisa diwujudkan dengan amalan konkret sesuai potensi yang kita miliki. Misalnya kita memiliki materi (harta), bisa merealisasikan kepedulian dengan memberikan sumbangan bagi mereka. Umpamanya kita punya keahlian di bidang SAR, bisa membantu untuk mengevakuasi mereka, dan sebagainya.
Kasih sayang dapat pula diwujudkan adanya saling menghormati dan saling membantu. Laksanakanlah kebiasaan kasih sayang ini di lingkungan kita tinggal. Berbaik-baiklah dengan tetangga, peduli kepada mereka, suka menolong, suka datang jika diundang dan menampakkan sikap yang simpati, niscaya kita menjadi manusia yang dirindukan oleh mereka. Namun sayangnya, kadang-kadang rahman dan rahim dalam jiwa kita terkalahkan oleh sikap egois dan mempertahankan harga diri. Sifat menyayangi dan mengasihi menjadi terpendam ketika di dalam hati kita terdapat kesombongan. Sifat-sifat semacam ini sudah harus dikikis dengan membangkitkan energi kasih sayang setiap saat kepada sesama.
Kita sepakat bahwa perbuatan baik disukai orang lain. Sikap peduli dan senantiasa menyayangi dan mengasihi terhadap sesama akan memancarkan aura. Karena sikap yang simpati, pribadi yang mempesona dan tulus, maka dampak positif akan segera kita rasakan. Ada timbal balik dari mereka.
Terkadang sesuatu yang tampaknya sepele ini sulit untuk kita laksanakan. Mulailah dari sekarang dengan yang ringan-ringan, misalnya selalu menebar senyum, menganggukkan kepala setiap kali berpapasan dengan orang lain.
Setiap pagi hari awali hidup ini dengan tersenyum dan berprasangka baik kepada orang lain. Mulailah dari keluarga sendiri. Seandainya kita seorang ayah, jadilah ayah yang baik, menyayangi istri dan anak-anak. Seandainya kita menjadi ibu, jadilah ibu yang baik dan selalu lemah lembut, peduli dan menyayangi anggota keluarga. Misalnya jika kita sebagai ketua RT atau RW, maka cobalah untuk bersikap mengasihi dan menyayangi terhadap warga. Kita seorang pedagang di pasar, maka belajarlah untuk berkasih sayang terhadap relasi. Begitu seterusnya. Siapa pun kita, jika senantiasa belajar menaruh kasih sayang kepada sesama, maka mereka akan peduli kepada kita. Mereka akan menolong jika kita menemui kesulitan, sekecil apa pun. Maka inilah yang dimaksudkan jalan menuju sukses. Jalan yang harus kita buka dan kita lalui.
Jika kita bersosial dan mampu mengamalkan rahman-rahim, pastilah orang lain akan membalas dengan sikap yang sama. Rasulullah saw. adalah manusia yang kita teladani, karena ia memiliki sifat dan sikap rahman-rahim. Keberhasilannya di bidang perdagangan dan politik, juga karena didukung oleh sikap mengasihi dan menyayangi sesama.
Sikap menyayangi tidak sebatas untuk diri sendiri atau orang lain, namun juga terhadap makhluk lain. Terhadap binatang, hendaknya kita menyayangi. Perlakukanlah binatang piaraan dengan baik. Jika disembelih lakukanlah sesuai syariat. Sesungguhnya Islam telah mengajarkan agar kita menyembelih dengan pisau yang tajam di urat nadinya agar cepat mati sehingga mempersingkat rasa sakit. Ajaran ini menganding amalan kasih sayang.
Terhadap lingkungan, kita pun wajib menyayangi. Tebarkanlah ar-rahim ini di muka bumi. Sebab kita adalah khalifah di muka bumi, yang diberi hak untuk mengelola dan memelihara. Membuang limbah ke sungai merupakan perilaku yang bertentangan dengan sifat ar-rahim. Menebang pohon secara sembarangan juga bertentangan dengan sifat menyayangi alam. Seharusnya kita melestarikannya agar bumi menjadi subur.
Di dalam sebuah perusahaan tempat kita bekerja, hendaknya sifat menyayangi ini terus dikembangkan. Buanglah jauh-jauh sifat yang berlawanan dengan ar-rahim, misalnya iri hati, menghasut, memfitnah, tidak mau bekerja sama, tidak mau menolong dan tidak mau peduli.
Kesimpulannya, jika kita mengamalkan asmaul husna, yakni ar-rahim dalam setiap aspek kehidupan dan diwujudkan dalam perilaku terhadap sesama manusia, maka setiap langkah akan dimudahkan Allah. Hidup kita menjadi nyaman dan indah karena setiap orang menjadi saudara. Bahkan lebih dari saudara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar