5.12.2010

Anda, Jadi Lalat atau Lebah

Oleh: Bambang Marhiyanto


Apakah yang dapat diambil pelajaran dari binatang lebah dan lalat? Dua jenis binatang itu sama-sama serangga tetapi ada yang berbeda. Dalam kehidupannya, lalat tidak selektif. Sedangkan lebah benar-benar binatang yang selektif. Oleh sebab itu, hendaknya dalam menjalani hidup sebaiknya kita mencontoh lebah.

Perhatikanlah bagaimana lebah membuat sarang dan mencari makan. Binatang ini sangat selektif dan berhati-hati dalam memilih tempat untuk sarangnya. Pasti memilih di dahan-tahan pohon tinggi atau di lubang-lubang pohon.

Memilih tempat untuk rumah saja sang lebah begitu selektif. Ia tidak ceroboh dan sembarangan karena menyangkut keselamatan dan kelangsungan hidup mereka. Bahan-bahan yang dipilih pun tidak sembarangan. Ia membuat dari media yang sangat bagus, berasal dari malam yang didapat dari bunga.
Membangun rumahnya pun tidak main-main. Untuk mempersiapkan anak-anaknya, lebah membuat bentuk persegi enam, tidak persegi empat atau persegi tiga. Ternyata menurut pakar teknologi arsitek, bentuk segi enam lebih kuat dibandingkan segi empat. Di samping itu tidak memakan banyak tempat. Jadi lebah membuat rumah sangat efisien.

Dalam hak mencari makan, lebah juga sangat selektif. Ia mencari makanan dari yang suci dan halal, dengan cara mengisap madu bunga-bunga.
Lebah adalah binatang yang suka bekerja keras dan rajin. Pagi-pagi sekali ia sudah bangun dan terbang mencari makan. Meskipun letaknya jauh di bukit atau di lembah, ia akan tetap mencarinya hingga menemukan bunga. Selain madu bunga, lebah tak mau menyentuhnya.

Dalam surat An-Nahl diterangkan, yang artinya:
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. QS. an-Nahl 68-69.

Kehidupan lebah sangat bermanfaat bagi makhluk lain. Ketika mengambil madu dari sebuah bunga, ia sama sekali tak merusak dan merugikannya. Bahkan sang bunga merasa diuntungkan. Karena kehadiran lebah dapat membantu penyerbukan sehingga bunga bisa berbuah dengan sempurna.
Begitu juga, lebah menghasilkan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan penyakit dan menyehatkan badan. Tidak hanya itu, menurut tabib atau ahli, bahwa sengatan lebah dapat menyembuhkan penyakit.

Bandingkan dengan lalat. Jenis binatang ini kemana-mana menyebar kemudharatan. Setiap makanan yang dihinggapi lalat, di situ ada bakteri penyakit yang ditinggalkan. Apa saja yang ada di depannya di makan, tak perduli buruk atau baik. Ketika bertemu bangkai atau kotoran manusia, ia hinggap di sana. Ketika menjumpai madu atau gula ia pun memakannya. Pokoknya apa saja dimakan lalat, tidak perduli najis atau tidak. Kehidupan lalat tidak serapi lebah. Serangga penyebar penyakit ini tidak memiliki rumah, sehingga hidup seenaknya.

Kita bisa mengambil pelajaran dari dua macam serangga tersebut. Lebah menempuh hidup dengan begitu terencana dan rapi. Mulai dari cara mencari rejeki hingga membuat tempat tinggalnya benar-benar selektif, sedangkan lalat tidak.

Begitulah seharusnya manusia yang ingin hidup barokah, sukses dan selalu bahagia. Hendaknya selalu selektif dalam mencari rejeki atau menjalin hubungan sosial. Selanjutnya jadilah orang yang bermanfaat bagi sesamanya. Ketika mencari rejeki tidak merugikan orang lain, tetapi justru
orang lain pun merasa diuntungkan.

Orang beriman dan tidak, memang berbeda. Dalam mencari rejeki orang beriman senantiasa pada jalur yang benar dengan sikap kehati-hatian. Ia hanya memungut yang dihalalkan dan menghindari rejeki yang diharamkan. Sedangkan orang tidak beriman, ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rejeki.

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. QS. al-Baqarah 267.

Jadikanlah hidup ini bagaikan lebah. Ketika mencari rejeki tidak merugikan orang lain, tetapi justru bermanfaat kepada sesama. Rejeki yang dipungut pun hendaknya dari cara yang halal. Sebagian dari rejeki tersebut hendaknya disisihkan untuk sedekah, infaq dan untuk kepentingan di jalan Allah.
Jangan ikut-ikutan orang yang tidak paham terhadap masalah rejeki halal. Mereka sering berpedoman, “Mencari rejeki haram saja susah apalagi yang halal.” Jauhilah kalimat ini. Sebab kalimat ini hanya pantas dipakai oleh orang-orang tidak beriman.

Tujuan hidup orang seperti itu hanyalah harta. Mereka mengira harta yang banyak membuat dirinya menjadi kaya. Jika mereka kaya tentu bisa melakukan apa saja dan bisa memenuhi setiap keinginannya. Sesungguhnya orang-orang semacam ini tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas dan tak tertata secara sistematis. Mereka bagaikan lalat yang ceroboh, jorok dan seringkali menimbulkan penyakit bagi makhluk lain.
Kita sering mengetahui betapa orang-orang kaya yang —yang tidak beriman— begitu mudah mencari harta. Sampai-sampai kita menjadi heran dan menggeleng-geleng kepala. Tetapi sesungguhnya cara yang mereka lakukan itu tidak lagi memperhatikan halal dan haram.

Mereka seperti lalat. Kehadirannya membuat kerusakan dan merugikan orang lain. Contohnya cukong kayu yang demikian mudahnya menumpuk kekayaan. Mereka bekerja dengan cara menebang pohon secara membabi buta. Habitat alam menjadi rusak. Lingkungan menjadi terganggu. Binatang-binatang kehilangan tempat tinggal. Jika musim penghujan terjadi banjir dan tanah longsor hingga manusia lain yang tidak ikut menikmati hasilnya justru menjadi korban. Jika musim kemarau, temperatur dunia menjadi naik dan setiap orang merasa gerah.

Banyak orang yang ingin kaya dan bahagia dengan menempuh jalan pintas dan merugikan orang lain. Lihatlah para pejabat yang korup, pasti dalam waktu yang tak lama membuat orang lain terkagum-kagum. Namun sesungguhnya setiap nurani akan berkata bahwa cara mencari rejeki yang demikian itu “amat buruk”, seperti lalat. Apa yang dilakukannya selalu membuat orang lain jadi susah.

Dalam setiap aspek kehidupan, dapat kita jumpai orang-orang yang mencari rejeki dengan cara sembarangan (tidak selektif). Pedagang yang tidak jujur, tentu yang menjadi tujuannya adalah keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan kerugian orang lain. Apa pun profesi seseorang, jika tidak dilandasi dengan iman dan syariat, pastilah cenderung seperti lalat.
Sesungguhnya mencari rejeki halal dengan cara yang benar tidaklah sulit. Hanya saja orang yang menganggap sulit karena ia mempersulit hidupnya sendiri. Hatinya lebih cenderung kepada sesuatu yang haram. Memang, memungut rejeki haram tampaknya lebih mudah, tetapi pada akhirnya menyulitkan diri sendiri.

Bahagiakah mereka, orang yang kita lihat kaya raya tetapi harta yang dikumpulkan dari cara yang tidak dibenarkan? Kebahagiaan mereka terletak di mata orang lain yang memandangnya. Sesungguhnya jiwa mereka digerogoti oleh kecemasan-kecemasan. Atau, fisik mereka yang tak pernah sehat. Uang yang dikumpulkannya dengan susah payah hanya untuk biaya kesehatan dan membayar dokter. Atau, seringkali tersandung masalah sehingga uang yang disayang-sayang harus keluar untuk membayar mahal penasihat hukumnya. Mereka tidak bahagia. Mereka memilih sendiri hidup yang sulit.

Islam telah mengajarkan agar kita memungut rejeki halal. Jika harta halal itu sudah ada di tangan, kita belanjakan pada sesuatu yang baik dan bermanfaat. Rasulullah saw. juga mengajarkan kejujuran. Beliau memberikan contoh bagaimana berdagang secara jujur. Sebelum menikah dengan Khadijah, Rasulullah adalah seorang pedagang sukses. Kesuksesannnya berkat didikan pamannya, Abu Thalib.

Khadijah, seorang pedagang menjadi tetarik untuk mengangkatnya sebagai pegawai. Berkat kejujurannya, kesuksesan Rasulullah saw. semakin melejit. Berdagang dengan jujur, itulah yang diterapkan kepada setiap pelanggannya. Ia mampu menggaet pelanggan di negeri orang. Kekayaan Khadijah semakin melimpah. Akhirnya Rasulullah saw. menikah dengan wanita pengusaha tersebut.

Inilah bukti bahwa mencari rejeki yang halal itu tidak sulit. Sebagai orang beriman, tetaplah pada jalur yang benar dan dihalalkan. Memungut rejeki yang halal dengan cara yang halal pula. Rejeki yang didapat dengan cara itu akan memberikan keberkahan hidup, dan membuat kita dijauhkan dari permasalahan. Yang demikian ini disebut hidup dan ikhtiar secara selektif.

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. QS. al-Baqarah 168.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar